Jumat, 24 Agustus 2012

RETARDASI MENTAL


PENDAHULUAN
     Diperkirakan bahwa di Indonesia 1-3 % dari jumlah penduduk menderita retardasi mental. Dapat dibayangkan besarnya jumlah penduduk yang terbelakang ini. Sikap terhadap penderita-penderita ini mencerminkan sikap sosial umum suatu masyarakat atau kebudayaan tertentu.(1)
      Retardasi mental boleh dipandang sebagai masalah kedokteran, psikologik, atau pendidikan akan tetapi pada analisa terakhir merupakan suatu masalah sosial, karena pencegahan, pengobatan terutama perawatan serta pendidikan penderita-penderita ini hanya dapat dilakukan dengan baik melalui usaha-usaha kemasyarakatan.(1)
     Sudah banyak sekolah untuk anak-anak dengan retardasi mental didirikan di negara kita, baik pemerintah maupun swasta, akan tetapi penanganan masalah ini secara menyeluruh belum ada.(1)
     Keadaan finansial yang terbatas, kekhawatiran akan masa depan, stigma dan permasalahan lain turut menambah kompleks masalah yang dihadapi penyandang tunagrahita (retardasi mental) dan keluarganya(2)
    Peran perawat sangat diperlukan dalam usaha penanganan masalah anak tunagrahita dan keluarganya terutama melalui kegiatan preventif dan promosi kesehatan dan juga asuhan keperawatan langsung pada anak retardasi mental (2)




A. KONSEP MEDIS
1.      PENGERTIAN
         Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan  (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama yang menonjol ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.(1)
         Retardasi mental merujuk pada fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang terjadi bersamaan dengan prilaku adaptif yang defisit dan dimanifestasikan selama masa perkembangan. Masa perkembangan yang berlangsung sampai kurang lebih usia 18 tahun.(2)
Retardasi mental menurut PPDG III adalah
1.      Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna yaitu IQ < 70
2.      Juga diakibatkan atau berhubungan dengan kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif
3.      Timbul sebelum usia 18 tahun (3)
       Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang di bawah rata-rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun (4)
2.PEMBAGIAN RETARDASI MENTAL MENURUT PPDGJ III YAITU
1. Retardasi mental ringan                        IQ 50-70
2. Retardasi mental sedang                       IQ 35-49
3. Retardasi mental berat                           IQ 20-34
4. Retardasi mental sangat berat               IQ < 20
Retardasi mental ringan
       Retardasi mental ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai anak yang terkena memasuki sekolah, karena keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi, saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain dalam usianya. Walaupun orang teretardasi ringan  mampu dalam fungsi akademik pada tingkat pendidikan dasar dan keterampilan kejuruannya adalah memadai untuk membantu dirinya sendiri dalam beberapa kasus, asimilasi sosial mungkin sulit. Defisit komunikasi, harga diri yang buruk dan ketergantungan mungkin berperan dalam relatif tidak adanya spontanitas sosialnya. Beberapa orang teretardasi ringan mungkin masuk ke dalam hubungan dengan teman sebaya yang mempergunakan kelemahannya. Pada sebagian besar kasus, orang dengan retardasi mental ringan dapat mencapai suatu tingkat keberhasilan sosial dan kejuruan dalam lingkungan yang mendukung.(4)
Retardasi mental sedang
      Retardasi mental sedang mungkin didiagnosa  pada usia yang lebih mudah dibanding retardasi mental ringan karena keteramplan komunikasi berkembnag lebih lambat pada orang teretardasi sedang dan isolasi sosial dirinya mungkin dimulai pada tahun-tahun usia sekolah dasar. Walaupun pencapaian akademik biasanya terbatas pada pertengahan tingkat dasar, anak yang teretardasi sedang mendapatkan keuntungan dari perhatian individual yang dipusatkan untuk mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri. Anak-anak dengan retardasi mental sedang menyadari kekurangannya dan seringkali merasa diasingkan oleh teman sebayanya dan merasa frustasi karena keterbatasannya. Mereka terus membutuhkan pengawasan yang cukup tetapi dapat menjadi kompeten dalam pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang mendukung.(4)
Retardasi mental berat
     Retardasi mental berat biasanya jelas pada tahun-tahun prasekolah, karena bicara anak yang terkena terbatas dan perkembangan motoriknya adalah buruk. Suatu perkembangan bahasa dapat terjadi pada tahun-tahun usia sekolah; pada masa remaja, jika bahasa adalah buruk, bentuk kominikasi nonverbal dapat berkembang. Kemampuan untuk mengartikulasikan dengan lengkap kebutuhannya dapat mendorong cara fisik berkomunikasi. Pendekatan perilaku dapat membantu mendorong suatu tingkat perawatan diri sendiri, walaupun orang dengan retardasi mental berat biasanya memerlukan pengawasan yang luas.(4)
Retardasi mental sangat berat
     Anak-anak dengan retardasi mental sangat berat memerlukan pengawasan yang terus menerus dan dan sangat terbatas dalam keterampilan komunikasi dan motoriknya. Pada masa dewasa, dapat terjadi suatu perkembanagan bicara, dan keterampilan menolong diri sendiri yang sederhana dapat dicapai. Walaupun pada masa dewasa, perawatan adalah diperlukan.(4)
4.      ETIOLOGI  RETARDASI MENTAL
Etiologi retardasi mental dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu penyebab prenatal, perinatal dan postnatal
PENYEBAB RETARDASI MENTAL
PRENATAL
PERINATAL
POSTNATAL
Abnormalitas kromosom
Hydrocephalus congenital
Gangguan endokrin
Radiasi dosis tinggi
Malnutrisi
Infeksi maternal
Gangguan metabolic
Neural tube defects
Hiperbiliribinemia berat
Asphyxia
Hypoxia ischemic
Infeksi
Prematur
Perdarahan intraventrikuler
Kernicterus
Malnutrisi
Meningitis
Kejang neonatal
Kebutuhan emosional yang terabaikan
Pengaruh prenatal terhadap perkembangan embrio mulai sejak masa menentukan yaitu pada saat ibu belum menyadari bahwa ia hamil. Faktor genetic dan lingkungan pada umumnya menjadi penyebab prenatal utama terjadinya retardasi mental. Penyebab perinatal dan postnatal yang utama adalah encephalopati sebagai akibat dari luka pada fetus yang menyebabkan abnormalitas neurologik yang selanjutnya menimbulkan masalah perkembangan. Penyebab lain seperti hypoxia pada saat persalinan dan herpes simplex encephalitis juga dapat menimbulkan kerusakan sistem saraf karena sistem saraf pusat sangat mudah terinfeksi pada awal kehidupan.
5.      Pecegahan dan pengobatan
1. Pencegahan primer
·         Dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi,  gizi dan konseling genetic
·         Tindakan kedokteran seperti perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik dan kehamilan pada wanita yang terlalu mudah atau pada usia lebih 40 tahun sedapat mungkin dibatasi
2.      PENCEGAHAN SEKUNDER
Indakan craniotomi : membuka sutura rengkorak yang menutup terlalu cepat
Diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural
Diagnosis dini dan penanganan dini pada bayi yang mengalami fenilketonuria
3.      PENCEGAHAN TERSIER
·         Mengadakan latihan dan pendidikan khusus bagi penderita RM dan sebaiknya di SLB
·         Pemberian neuroleptik pada penderita yang gelisah, hiperaktif atau destruktif dan pada anak-anak yang hiperkinese
·         Pemberian anti depressant pada anak-anak yang mengalami depresi serta melaukan problem solving
·         Memberi obat-obatan yang membantu metabolisme pada sel-sel otak, walaupun hasilnya tidak segera nampak








KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Perawat dalam tiap tatanan dan bidang kerjanya sangat berperan dalam melakukan pengkajian keperawatan pada anak-anak dengan tunagrahita. Pengkajian keperawatan meliputi aspek fisik, psikologis dan sosial, yang terutama dapat dilakukan pada saat kunjungan rumah atau kunjungan kesehatan sekolah. Sehingga data baik dari orang tua anak maupun guru sangat berguna untuk perencanaan keperawatan selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dikaji meliputi : Riwayat kesehatan, riwayat penyakit sebelumnya, perkembangan personal dan sosial, perkembangan kognitif, keterampilan bahasa, perkembangan motorik dan sensorik, dan lingkungan tempat anak tinggal dan belajar.
Riwayat kesehatan : perawat perlu mengumpulkan data dari orang tua anak mengenai keluhan dan perilaku anak di rumah.
Masalah fisik seperti alergi, nafsu makan, masalah eliminasi, penyakit infeksi yang baru diderita, dan masalah pernapasan bagian atas, serta penyakit yang biasa dialami anak juga perlu diproleh dari orang tua.
Riwayat penyakit sebelumnya : meliputi riwayat operasi dan pengobatan, kebiasaan anak (bicara, emosi, tiks dan riwayat perkembangan dan pendidikan). Sangat penting untuk mengetahui usia anak pada tiap tahap perkembangan : kapan anak mulai berjalan, berbicara, makan dan berpakaian sendiri. Begitu pula informasi mengenai masalah prenatal dan perinatal ibu perlu dikaji. jika memungkinkan catatan kesehatan bayi ketika baru lahir perlu diketahui. Menurut Capute 89 % anak-anak didiagnosa sebagai tunagrahita pada usia sekolah
Riwayat perkembangan personal dan sosial
Gejala yang terlihat pada anak tunagrahita melalui ketidakmatangan perilaku sosialnya, dimana mereka lebih suka bermain dengan anak yang lebih kecil. Anak-anak tunagrahita mungkin tidak berbicara dan melakukan sesuatu sesuai dengan tingkat usia mereka. Mungkin berperilaku “acting out” atau sebaliknya menarik diri dari anak-anak lain. Pada umumnya mereka memiliki konsep diri yang rendah dan mudah frustasi serta menangis.
Perkembangan kognitif
Anak-anak yang bermasalah dalam belajar, tidak mampu mentransfer hal-hal yang telah dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lainnya. Mereka belajar bahwa langit berwarna biru, tetapi tidak dapat mengenal rumah atau mobil yang berwarna biru. Anak-anak tunagrahita juga tidak dapat berfikir secara abstrak, seperti kematian, surga, dan Tuhan. Begitu pula mereka tidak dapat membandingkan obyek yang besar dan kecil tanpa melihat obyek secara langsung. Daya konsentrasi mereka terbatas, tidak mampu mengingat sesuai dengan baik dan bermasalah untuk mengenal hal-hal baru.
Keterampilan berbahasa
Anak-anak tunagrahita pada umumnya tidak berketerampilan menggunakan bahasa dengan baik. Mereka biasanya mengalami kesulitan mengkomunikasikan sesuatu sehingga sulit dimengerti dan umumnya mereka mungkin tidak mampu untuk mengingat instruksi atau perintah verbal secara berurutan.
Perkembangan motorik dan sensorik
Perkembangan motorik mungkin terbatas, sehingga anak mudah jatuh. Jika melakukan kegiatan yang memerlukan keterampilan motorik, perhatiannya mungkin teralih pada hal lain dan mereka tidak mampu mengikuti pengarahan berkaitan dengan kegiatan motorik. Anak tersebut tidak mau melakukan kegiatan baru tetapi hanya melakukan hal yang sama berulangkali. Anak tunagrahita tidak seaktif anak lain dan hanya sering duduk sendirian. Kadang-kadang mereka melakukan gerakan-gerakan yang sama berulang-ulang seperti membenturkan kepalanya, menggerak-gerakkan tangannya dan mengayun tubuhnya ke depan dan ke belakang.
Dalam hal perkembangan sensorik, perlu dikaji kemungkinan anak mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran. Perawat dapat melihat apakah anak tidak mampu membedakan antara dua obyek, seperti jeruk yang sebenarnya dengan gambar jeruk atau membedakan dua uang logam, membedakan suara seperti bunyi bel dan bunyi klakson mobil. Lebih parah lagi anak tunagrahita seringkali tidak biasa mengatakan darimana asal suara. Hal ini sangat membahayakan keamanan anak.
Anak dengan tunagrahita berat, sangat mudah dikenal. Masalah yang dihadapi anak lebih berat seperti keterbatasan menelan makanan, mengisap hipotoni, keterampilan makan seringkali diikuti dengan kejang-kejang.
Lingkungan tempat tinggal dan belajar
 Sangat penting untuk dikaji oleh perawat hal-hal sebagai berikut
(1). Perlengkapan : tempat tidur, kursi, toilet, lemari pakaian. Apakah tingginya dapat dicapai oleh anak ? Apakah anak terlindungi dari kemungkinan celaka ?
(2). Perlengkapan bermain : apakah anak mempunyai mainan yang sesuai ? Apakan mainan tersebut menstimulus anak untuk bermain? Apakah ada tempat bermain yang leluasa ?
(3). Orang-orang yang berarti bagi anak : Apakah ada orang dekat yang mendukung perkembangan anak ? Apakah anak diberi kesempatan untuk memilih dan belajar mandiri ? Apakah anak disiplin ? Apakah ada orang yang dapat mengajarkan keterampilan melakukan kegiatan sehari-hari ?
PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan bagi anak tunagrahita bersifat individual. Selain sebagai manusia, anak tunagrahita juga merupakan bagian dari kelompok atau pasien di Rumah sakit. Tujuan keperawatan yang utama adalah pencegahan penyakit dan pengembalian fungsi dan kesehatan anak. Di manapun tatanan asuhan keperawatan yang diberikan pada anak tunagrahita, rencana keperawatan harus berdasarkan informasi sebagai berikut :
1.  Latar belakang informasi : informasi dikumpulkan melalui pengkajian keperawatan, riwayat kesehatan, riwayat keluarga dan catatan medis.
2.  Kebutuhan anak : informasi mengenai kebutuhan anak sangat tergantung pada hasil pengkajian termasuk kemampuan berbahasa dan area sensorik, perkembangan prilaku dan sosial dan kemampuan intelektual serta keterbatasan fisik.
3.  Tujuan keperawatan : Tujuan keperawatan direncanakan bersama orang tua, tenaga kesehatan lain, guru dan anak (jika memungkinkan). Perencanaan keperawatan yang berkisar pada keterampilan motorik, keterampilan menolong diri sendiri, keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, keterampilan kognitif, keterampilan sosial merupakan hal yang sangat penting untuk berhasil mencapai tiap tujuan keperawatan.
4.  Batu loncatan : Anak dengan tunagrahita sangat lamban dalam mempelajari sesuatu dan memerlukan dorongan terus menerus. Serangkaian kegiatan yang sesuai dengan tingkat kognitif dan motorik harus dimulai sedini mungkin. Pelajaran yang sama dapat direncanakan dengan menggunakan kegiatan yang berbeda.
5.  Rujukan keperawatan  : Seringkali ketika sedang memberikan asuhan keperawatan pada anak tunagrahita, berdasarkan hasil pengkajiannya perawat mungkin merencanakan rujukan pada profesi lain.
Rencanakan asuhan keperawatan yang digunakan di rumah sakit dapat digunakan pada perencanaan asuhan keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan lainnya. Rencana asuhan keperawatan dapat membantu jika anak dirawat di rumah sakit lagi dan dipakai sebagai alat mengajar tenaga kesehatan lainnya. Rencana asuhan keperawatan mendokumentasi asuhan keperawatan individual yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan anak tunagrahita. Begitu pula rencana asuhan memungkinkan tenaga kesehatan lain melihat perawat sebagai bagian dari tim kesehatan dan pendidikan bagi anak tunagrahita
IMPLEMENTASI
Anak tunagrahita memerlukan lingkungan yang terstruktur sehingga dapat belajar dan berperilaku lebih baik jika mereka mengetahui dengan pasti apa yang diharapkan dari mereka. Anak perlu dipisahkan dari lingkungan yang terlalu banyak stimulasi  atau gangguan. Mereka perlu tempat di ruang sekolah, rumah atau tempat lain di mana anak merasa memiliki. Pengalaman anak bahwa ia dapat menyelesaikan tugas sangat penting untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Anak ini cukup peka untuk mengetahui orang yang dengan tulus menginginkan keberhasilan mereka. Mereka berespon terhadap sentuhan, kontak mata dan pujian. Instruksi yang sederana dan bertahap membantu proses belajar anak. Demonstrasi keterampilan dilakukan secara perlahan dan berulang-ulang. Sering kali perawat perlu menuntun tangan anak dalam menyelesaikan tugasnya. Memberikan penghargaan berupa pujian atau pelukan sangat membantu anak untuk mencoba melakukan kegiatan dengan lebih sungguh-sungguh.
Semua anak belajar dengan menggunakan indera sentuhan, pendengaran dan pengelihatan. Mereka perlu diajarkan tentang tugas dan konsep dengan berbagai cara kemudian diberi kesempatan untuk mempraktekkannya.
EVALUASI
Evaluasi terhadap hasil asuhan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan anak dilakukan dengan membandingkan data dasar tentang tingkat perkembangan dan keadaan kesehatan anak dengan tujuan keperawatan yang dicapai.
KESIMPULAN
Diagnosa retardasi mental tidak hanya didasarkan pada intelegensi yang rendah, tetapi juga ditentukan oleh kapasitas individu berdaptasi dengan lingkungannya Penentuan diagnosa bahwa seorang anak mengalami tunagrahita, biasanya baru bisa dipastikan pada usia sekolah. Oleh karena itu perawat yang menyelenggarakan usaha kesehatan sekolah sangat tepat untuk berinisiatif merujuk anak kepada tenaga spesialis dari tim kesehatan berdasarkan hasil pengkajian. Asuhan keperawatan bagi tunagrahita dan keluarga merupakan fungsi perawat yang berlangsung terus menerus.
Sebagaimana diketahui, Tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu perawat turut menentukan dalam usaha pencegahan tunagrahita di tiap tatanan pelayanan kesehatan. Begitu pula intervensi keperawatan harus memperhatikan masalah dan kebutuhan anak tunagrahita secara utuh dan unik, tidak saja memperhatikan aspek fisik anak tetapi juga aspek psikososial dan budaya serta dampak keberadaan anak pada keluarganya, begitu pula pengaruh respon orang tua terhadap anak.






















DAFTAR PUSTAKA

  1.  

  1. Hamid. A.Y.S. (1995). Asuhan Keperawatan pada Klien Tunagrahita. Jakarta
  2. Fattah. N. M.A. (2002). Kumpulan Kuliah Psikiatri. Makassar. Program pendidikan Ners FK-UNHAS. h. 42,44
  3. Kaplan. I.H dan Sadock. J. B. (1997). Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh. Jilid dua. Jakarta. Binarupa aksara. h. 673, 691-692




Tidak ada komentar:

Posting Komentar